Cerpen: Putaranmu Menghadirkan Bisikan Anonim Foto : Dok Pribadi |
Putaranmu Menimbulkan Imajinasi Tak Berulang. Terdengar sedikit aneh namun kenyataannya memang demikian. Kali ini aku tak membahas masalah materi atau apapun itu yang berhubungan dengan dunia. Tapi tangan ini mengisyaratkan untuk menulis apa yang telah terjadi.
Kembali ku menemukan kejenuhan dalam bentuk abstrak. Tak ku perduli kan tapi semakin hari semakin banyak bisikan anonim mengatakan bahwa "kau pecundang sejati yang enggan bicara". Tak kusangka semakin lama semakin keras bisikan anonim itu. Dan akhirnya aku hanya bisa termenung dalam paparan pelangi hitam.
Pada hari berikutnya, ku kayuh pedal untuk lari dari apa yang telah menghantui. Harapan indah sudah terlintas secara jelas. Mungkin akan pergi dengan sendirinya dengan ku putar roda. Berputar lah roda dalam hitungan detik. Semakin jauh diri ini pergi tanpa tujuan. Hanya untuk menggapai bayangan harapan menghilangnya bisikan anonim. Namun apa yang terjadi, bisikan anonim datang menghampiri ku dengan tatapan mata tajam membawa ilusi. "Mengapa bisikin aku ini enggan menjauhi ku? Mengapa dia tau jejak langkahku? Mengapa dia tak memberikan bisikin kepada orang lain, melainkan aku" gumamku tanpa ragu.
Ku coba berbicara dengannya, ditengah teriknya sinar dan ribuan kendaraan berlalu lalang. Sayangnya kadang dia berbicara tak terlalu jelas karena diri ini tak mengerti apa maksud perkataannya. Satu hal yang sangat ku mengerti betul dari jutaan kalimat yang dia ucapkan, bahwa dia sangat lama menunggu ku untuk berbicara dengannya.
Cara berbicaranya sedikit aneh, kadang sambil tersenyum seperti sedang jatuh cinta. Tapi kadang juga kelabu datang dalam dulangan tatapan seperti dalam kemarahan. Disitulah letak keistimewaannya. Dia datang hanya untuk menyampaikan pesan yang dikirimkan seseorang. Dan orang itu saat ini masih kucari karena bisikan anonim tak pernah mau mengatakan siapa dia sebenarnya.
Bisikan anonim, tak ku mengerti bagaimana cara kau berputar dalam kehidupan ku. Berulang-ulang sampai akhirnya aku sendiri yang lelah. Kelemahan roda pun tak dihiraukan olehnya. Bisikan anonim, yang kau tau hanya embun pagi tak berujung. Seolah langsung memberikan isyarat kalau aku harus belajar untuk berani bicara mengungkapkan rasa yang ada meskipun aku tak tau itu untuk siapa rasa ini kuberikan.